Khasiat Buah Kingkit

Si Kecil Dari Keluarga Citrun yang Berkhasiat
  
Ada yang pernah mendengar nama buah kingkit?

Atau, ada yang tau tapi belum pernah mencicipinya?

Ternyata, buah mungil yang berwarna merah ketika masak ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan buah jeruk, lho.

Dan sama seperti anggota jeruk lainnya, buah kingkit ini juga memiliki berbagai khasiat. Salah satunya dapat menyembuhkan batuk berdahak. Cara mengkonsuminya juga cukup mudah. Cukup ambil segenggam jeruk kingkit yang sudah masak, cuci bersih. Lalu masukkan ke dalam gelas berisi air panas. Tunggu 5-10 menit, setelah itu tambahkan madu secukupnya.

Minum dengan rutin sampai dahak keluar dan batuk pun akan sembuh segera.

Selain batuk, dengan adanya kandungan linalool, tripasol, dan beberapa kandungan lain, buah mungil ini juga mempunyai sifat anti jamur, sehingga mampu menyembuhkan berbagai penyakit kulit.

 Bagaimana, banyak bukan manfaat buah kingkit?

Anda bisa menanamnya di halaman rumah tanpa khawatir merusak pemandangan halaman rumah anda. Karena selain berkhasiat, pohon dari buah kingkit ini juga bagus untuk di jadikan tanaman hias semacam bonsai.

Arti kata ‘Maaf’ yang sesungguhnya

Aku masih ingat, dulu saat duduk di bangku SMP, teman satu mejaku meminjam buku tugasku kemudian menyalinnya. Seperti biasa.
Aku tidak pernah mempermasalahkannya, karena dia adalah sahabatku sejak sekolah dasar. Membantunya, itu kewajibanku.
Rasa kesal mulai ada saat dia mengajak serta kawannya menyontek tugasku. Tapi, saat itu aku masih diam. Aku tak ingin membuat sahabatku tersinggung, atau bahkan marah.

Sepuluh menit berlalu. Kubiarkan mereka menyalin jawaban milikku. Sampai bunyi bell tanda pelajaran akan segera dimulai, mereka berdua saling berebut buku. Memburu jawaban yang sebentar lagi harus dikumpulkan.
Dan sesuatu yang buruk pun terjadi.
Lembar tugas milikku robek! Tiga menit sebelum pelajaran dimulai.
Marah. Tentu saja.
Mereka tidak tahu betapa aku harus begadang demi selembar jawaban itu.

Aku marah.
Aku tidak berkata kasar, aku tidak mencaci maki, atau melukai mereka.
Aku hanya diam, kemudian merebut lembar kertas itu dari mereka.

Sahabatku, dia bukan tidak merasa bersalah. Dia sempat meminta maaf, sesaat setelah kejadian itu. Tapi aku tak menghiraukannya. Emosi telah menguasaiku.

Hari-hari selanjutnya, situasi semakin buruk. Dia memutuskan untuk pindah ke lain meja. Meninggalkanku, tanpa berbicara.
Sebenarnya, saat dia memutuskan untuk pindah meja, aku ingin sekali melarangnya. Mengajaknya berbicara, dan memperbaiki hubungan yang sempat retak.
Namun sayang, ego menahanku untuk tidak melakukan itu.
Aku beranggapan bahwa dialah yang salah, seharusnya dia yang mengajakku berbicara terlebih dahulu, lalu kembali meminta maaf padaku. Bukan malah menjauhiku.

‘Diam’ itu berlanjut hingga kenaikan kelas delapan. Kami berpisah di kelas-kelas selanjutnya.
Dan kami, benar-benar telah putus hubungan. Aku bukan lagi sahabatnya, dan dia tak pernah menganggapku siapa-siapa lagi sekarang.

Sampai saat ini, setiap mengingat kejadian bodoh itu, aku selalu merasa bersalah.
Andai aku bisa berfikir sedikit lebih dewasa. Bahwa memaafkan itu adalah hal yang mulia, bahwa meminta maaf itu adalah hal yang bijaksana. Terlepas dari salah atau tidaknya kita.

Pengalaman yang amat berharga, membuatku semakin berhati-hati dalam bertindak dan berucap. Tidak semua orang memiliki hati seperti kita, tak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan kita. Jangan paksa orang lain untuk mengerti apa yang kita mau, tapi cobalah mengerti dan memperbaiki demi keadaan yang lebih baik untuk kita, untuk mereka, untuk semuanya.
-Untukmu, Upi- 

Puisi

  Pantaskah Melati Cemburu ?

Hey kumbang istimewa,

Kamu berhak mencintai Mawar ataupun Dahlia

Kamu berhak memilih bunga manapun yang kamu suka

Hey Kumbang yang memiliki sayap terindah

Kamu masih berhak,

Kamu berhak merayu dan memuji bunga bunga yang lainnya

Kamu masih berhak,

Singgah di hati manapun yang membuatmu bahagia

Kau, kumbang yang sangat mempesona

Tapi bagaimana dengan aku ?

Melati yang sempat kau hinggapi

Bagaimana dengan aku?

Bunga yang pernah kau hisap madu dan sarinya

Pantaskah aku untuk cemburu

Saat kau singgah pada mahkota bunga lain

Berhakkah aku untuk mengharap janji setiamu itu

Bolehkah aku memintamu untuk tetap setia hanya padaku

Sementara aku tau,

Saat angin datang nanti

Dia akan menghempaskan tubuhku yang kini mulai layu

Mahkota ini tak kan seputih dulu, takkan sewangi dulu

Tapi, masih pantaskah aku untuk cemburu

Saat kumbang istimewaku memilih kuncup bunga baru